KONSEP ISTIRAHAT DAN TIDUR
A. Konsep Tidur
Maslow (1943)
menyebutkan bahwa manusia akan memenuhi kebutuhan fisiologis seperti bernapas,
makan, minum, hubungan seksual, homeostasis, ekskresi, dan tidur sebelum naik
ketingkat selanjutnya. Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia karena ketika
tidur tubuh akan mengalami relaksasi dan merupakan proses pemulihan tubuh.
Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar
yang dialami seseorang dan dapat
dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup. Tidur ditandai
dengan aktivitas fisik minimal, tingkatan kesadaran menurun, terdapat
perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh, dan adanya penurunan respon
terhadap rangsangan dari luar.
(http://ruang
psikologi.com/hirarki-kebutuhan-manusia-dai-maslow/)
1. Fisiologi Tidur
Tidur adalah sebuah siklus. Setiap
mausia mengalami siklus meskipun tiap individu memiliki siklus tidur yang
berbeda. Perry dan Potter (1997) menyatakan irama termasuk dalam irama
sirkadian atau irama 24 jam. Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi
fisiologis utama dan pola perilaku, seperti perubahan suhu, denyut jantung,
fluktuasi tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik dan suasana hati.
Irama sirkadian dipengaruhi oleh cahaya,
suhu, tingkat aktivitas, dan rutinitas. Setiap orang memiliki siklus tidur yang
berbeda. Beberapa orang dapat tidur pada pukul jam delapan malam, beberapa
orang lainnya dapat tertidur pada pukul dua pagi. Hal ini dipengaryhu oleh
hal-hal yang disebutkan diatas (Perry & Potter, 1997). Rutinitas kuliah,
beban pelajaran yang berat, memiliki permasalahan pribadi, dan kurangnya dan
dukungan social/spiritual dapat mempengaruhi irama tidur seseorang. Jika siklus
tidur-bangun seseorang berubah, maka dapat memperburuk kualitas tidur mereka
(Perry & Potter, 1997).
2. Pengaturan Tidur
Pengaturan tidur oleh dua mekanisme cerebral
yang menekan pusat otak, yaitu SAR (System
Activiting Reticular) dan BSR (Bulbar
Synchronizing Reticular). Mekanisme serebral SAR mengatur proses tertidur
dan mekanisme BSR mengatur respon terbangun. SAR terletak di batang otak yang
paling atas. SAR memiliki sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga.
SAR menerima stimulus sensori visual, pendengaran, nyeri, dan taktil. Aktivitas
korteks serebral seperti emosi dan pikiran juga turut menstimulasi SAR. SAR
memproduksi kotekolamin dan epinefrin (Kaplan and Saddok, 2002).
Menurut
Putra (2010), tidur adalah suatu keadaan saat otak, pikiran dan tubuh diberi
kesempatan untuk beristirahat. Tidur termasuk bagian dari periode kesadaran
yang terjadi ketika tubuh diperbaiki, yang dicirikan oleh rendahnya kesadaran
dan keadaan metabolisme tubuh yang minimal.
3.
Tahapan
Tidur
Peryy
& Potter (1997) membagi tidur memiliki dua tahap, yaitu :
a. Tahap
NREM (Non Rapid Eye Moment)
Saat
seseorang memasuki tahap NREM, pergerakan mata menjadi semakin lambat. Tahap
NREM memiliki empat tahap. Seluruh tahap NREM terjadi dalam 90 menit. Tidur
dari tahap satu ke tahap ke-tahap empat akan menurun dan bertambah dalam. Tidur
awal atau dengan tidur dangal merupakan kharakteristik dari tahap satu dan dua.
Pada tahap ini, seseorang mudah terbangun. Pada tahap tiga dan empat melibatkan
tidur lebih dalam dan menghasilkan gelombang yang rendah sehingga lebih sulit
untuk dibangunkan.
b.
Tahap REM (Rapid Eye Movement)
Tahap
REM adalah tahap tidur paling dalam. Mimpi dapat terjadi ditahap ini. Tahap ini
juga disebutkan dengan tahap pergerakan mata cepat. Siklus ini adalah siklus
akhir dan konsolidasi memori .
4. Siklus Tidur
Seseorang yang mencoba tertidur akan
mengalami rasa kantuk yang terus meningkat secara bertahap. Setiap orang akan
melewati dua siklus yaitu siklus REM (Rapid
Eye Movement) dan NREM (Non Rapid Eye
Movement). Siklus NREM terdiri dari empat tahap yaitu NREM 1, NREM 2, NREM
3, dan NREM 4. Selanjutnya dilanjutkan dengan tahap REM. Selanjutnya
dilanjutkan dengan tahap REM. Perubahan
dari tahap ke tahap didukung pula dengan pergerakan tubuh dan perpindahan
kesadaran .
Adapun tahapan
siklus tidur adalah sebagai berikut:
a.
Tahap NREM 1
Tahap
NREM 1 adalah tahap pertama saat seorang mulai untuk tertidur. Penurunan secara
bertahap dari mulai tanda-tanda vital dan metabolisme. Ketika memasuki tahap
ini, seseorang sangat mudah terbangun oleh stimulus sensori dan suara. Tahap
ini berakhir setelah beberapa menit.
b.
Tahap NREM 2
Tahap
NREM merupakan tahap kemajuan relaksasi. Kesadaran mulai menurun dan fungsi
tubuh juga semakin menurun. Tahap ini berakhir pada menit ke 10 sampai 20.
c.
Tahap NREM 3
Tahap awal baru untuk tidur yang lebih
dalam. Orang yang sudah masuk dalam tahap ini akan sulit untuk terbangun dan
jarang bergerak. Otot-otot berada dalam keadaan relaksasi penuh. TTV menurun
secara teratur. Tahap ini berakir setelah 15 sampai dengan 30 menit.
d.
Tahap NREM 4
Tahap
ini merupakan tahap paling dalam. Ketika seseorang masuk kedlam tahap ini akan
sulit untuk dibangunkan. Tanda-tanda vital semakin menurun dan tahap ini
terjadi selama 15-30 menit.
e.
Tidur REM
Mimpi
dapat terjadi pada tahap REM. Tahap ini terjadi setelah 90 menit tertidur. Pada
tahap ini ditandai dengan respon otonom dari pergerakan mata yang cepat,
fluktuasi jantung, kecepatan respirsai serta fluktuasi tekanan darah, dan
peningkatan sekresi lambung. Saat memasuki tahap ini seseorang sulit untuk
dibangunkan. Lama siklus ini sekitar 20 menit.
B.
Gangguan
Tidur
Gangguan tidur dapat dikategorikan menjadi
gangguan tidur primer dan gangguan tidur sekunder. Gangguan tidur primer yaitu jika
seseorang mengalami gangguan tidur tanpa penyebab lain. Sedangkan, gangguan tidur sekunder
yaitu gangguan tidur yang diakibatkan oleh gejala klinis seperti disfungsi,
depresi, atau alkoholik.
1.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Gangguan Tidur
Gangguan, tidur dapat muncul akibat
berbagai faktor seperti gaya hidup, lingkungan tidak nyaman, emosi yang tidak
stabil, pola tidur yang mengantuk pada siang hari, latihan fisik dan kelelahan,
serta asupan makan dan kalori.
Faktor-faktor
gangguan tidur menurut Perry & Potter (1997) adalah:
a.
Gaya hidup
Rutinitas
harian dapat mempengaruhi tidur seseorang. Seorang mahasiswa yang belajar
selama dua minggu sebelum ujian sering kali mengalami perubahan jadwal tidur.
Kesulitan mempertahankan kesadaran pada saat belajar diruang kuliah menyebabkan
penurunan performa seseorang.
b.
Lingkungan yang tidak
nyaman
Lingkungan adalah faktor yang
oaling penting untuk seseorang dapat tertidur lelap. Lingkungan yang berisik,
terlalu panas, atau terlalu dingin dapat mengurangi kenyamanan seseorang.
c.
Emosi yang tidak labil
Kecemasan dan perasaan stres dapat
mengganggu pola tidur seseorang. Mahasiswa yang berada pada jurusan science,
dihadapkan pada pola belajar yang berat dan beban mata kuliah yang cenderung
sulit. Hal ini sangat mudah sekali untuk memicu perasaan stres dan cemas.
d.
Pola tidur mengantuk
pada siang hari
Pada mahasiswa
yang berada pada jurusan science khususnya, beratnya mata kuliah yanh dihadapi,
ditunjang dengan tugas yang padat, dapat menyebabkan gangguan pola tidur.
Mahasiswa pada jurusan sience cenderung belajar pada malam hari. Hal ini dapat
menyebabkan seseorang menjadi terlelap dan sulit konsentrasi di siang hari.
Menurut penilitian yang dilakukan di Amerika oleh National Commision on sleep Disorder
Research pada tahun 2003 dalam Kaplan and Saddok (2002), menyatakan bahwa
banyak orang Amerika yang mengalami kesulitan tidur pada malam hari dan
mengantuk pada siang hari dan mengantuk pada siang hari. Hal ini menyebabkan
banyak permasalahan seperti kecelakaan saat mengemudi, saat konsentrasi, dan
mengalami masalahn perilaku dan emosional.
e.
Latihan fisik dan
kelelahan
Seseorang
yang kelelahan dalam tahap sedang biasanya memiliki tidur yang baik. Namun
seseorang yang terlalu lelah dan dipicu dengan stres yang tinggi, akan
menyebabkan keletihan dan kesulitan untuk tertidur. Biasanya masalah tidur akibat
latihan fisik dan kelelahan menjadi faktor utama timbulnya stres pada
mahasiswa.
f.
Asupan makanan
Asupan makanan sangat mempengaruhi
kualitas tidur. Kafein dan alkohol yang dikonsumsi dimalam hari dapat menganggu
pola tidur seseorang. Kebanyakan orang memerlukan tidur sebanyak 7-8 jam. Akan
tetapi, lama waktu tidur dipengaruhi oleh masing-masing individu. Yang
terpenting bukanlah kuantitas, namun kualitas dari tidur itu sendiri.
2. Jenis Gangguan Tidur
Gangguan
tidur dapat mengganggu kualitas tidur seseorang (Perry & Potter, 2007).
Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut jenis-jenis gangguan tidur yang biasa
terjadi menurut Perry & Potter (2007):
a.
Insomnia
Insomnia adalah kesulitan
untuk memenuhi kualitas dan kuantitas saat tidur. Insomnia ditandai dengan
kesulitan seseorang untuk memulai tahap NREM 1.
b.
Hipersomnia
Hipersomnia
adalah suatu kedaan ketika seseorang tidur secara berlebihan dari waktu yang
normal. Kebalikan dari insomnia yaitu kelebihan tidur dari jam 9 di malam hari.
c.
Parasomnia
Parasomnia
adalah jenis gangguan tidur yang terjadi pada anak-anak. Anak-anak yang
mengalami gejala seperti berjalan saat tertidur, perasaan takut, dan anuresis. Sedangkan
menurut Diagnostic and Statistical Manual
Of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) mengklasifikasikan gangguan
tidur berdasarkan kriteria diagnosa klinik dan perkiraan etiologi. Tiga
kategori utama gangguan tidur dalam DSM-IV adalah :
1)
Gangguan tidur yang
berhubungan dengan mental
2)
Gangguan tidur karena
kondisi umum medis atau yang disebabkan oleh zat,
3)
Gangguan tidur primer
Gangguan tidur primer adalah dissomnia
dan parasomnia. Parasomnia adalah
suatu gangguan mimpi menkutkan, gangguan teror tidur, gangguan tidur berjalan,
dan parasomnia yang tidak ditentukan. Dissomnia
adalah suatu kelompok gangguan tidur yang heterogen yang termasuk insomnia
primer, hipersomnia primer, gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan,
gangguan tidur irama sirkadian, dissomnia yang tidak ditentukan, dan
narkolepsi.
a)
Gangguan tidur yang
berhubungan dengan pernafasan (Sleep
apnea)
Apnea
adalah suatu keadaan saat seseorang mengalami keadan henti napas saat tidur.
Tidur apnea termasuk kedalam masalah tidur yang paling serius dan banyak
dijumpai setelah insomnia.
b)
Narkolepsi
Narkolepsi
adalah disfungsi mekanisme yang mengatur keadaan bangun dan tidur. Menurut
Kaplan an Sadock (2002:206,207) narkolepsi terdiri dari mengantuk disiang hari
yang berlebihan dan manifestasi tidur REM yang abnormal yang terjadi setiap
hari selama sekurangnya tiga bulan. Sedangkan
menurut Siregar (202:84) narkolepsi terjadi secara mendadak yang dialami pada
siang hari tidak dapat dihindari, biasanya hanya berlangsung selama 10-20 menit
atau selalu kurang dari satu jam. Setelah itu penyakit akan segar kembali
danterulang kembali 2-3 jam berikutnya. Narkolepsi dapat terjadi pada setiap
usia, tetapi paling sering terjadi pada awal masa remaja atau dewasa muda, pada
sebagian besar situasi sebelum usia 30 tahun. Untuk mengenali penderita
narkolepsi, terdapat 4 gejala klasik, yaitu :
rasa kantuk yang belebihan, katapleksi, hipnagogic, sleep paralysis.
C.
Sleep Paralysis
Sleep paralysis
adalah fenomenal keadaan batas antara terjaga dan
bermimpi. Konsisten dengan fenomenologi ini,
studi polysomnographic melaporkan REM dicampur dan komponen EEG bangun selama
episode SP (Takeuchi et al., 1992). The American Sleep Association Disorder (1990)
mendefinisikan sleep paralysis sebagai ketidakmampuan untuk melakukan sukarela
gerakan baik saat onset tidur (hypnagogic) atau pada saat kebangkitan baik pada
malam hari atau di pagi hari (Hypnopompic). Seringkali kelumpuhan tidur
disertai dengan berbagai jenis halusinasi dan ini sering di adanya rasa takut
yang intens. Fenomena ini, bagaimanapun, tidak selalu harus bersifat menakutkan
(Cheyne, Newby-Clarke, & Rueffer, 1999). Mereka dapat berlangsung dari
beberapa menit sampai 20 menit. Sleep
paralysis akan menghilang secara spontan atau
dengan stimulus eksternal. Biasanya dengan sentuhan atau dibangunkan oleh orang
lain.
Sedangkan
menurut Siregar (2011 :84,85) menjelaskan bahwa sleep paralysis adalah keadaan ketika akan tidur atau bangun tidur
merasa sesak napas seperti dicekik, dada sesak, badan sulit bergerak, dan sulit
berteriak. Keadaan ini juga disebut sebagai tidur lumpuh (karena tubuh tidak
bisa bergerak dan serasa lumpuh). Hampir setiap orang pernah mengalaminya.
Setidaknya sekali atau dua kali dalam hidupnya.
Sleep paralisis
bisa terjadi pada siapa saja, lelaki atau perempuan. Dan usia rata-rata orang
pertama kali mengalami gangguan tidur sleep
paralysis ini adalah 14-17 tahun. Hal ini juga bisa dikaitkan dengan
halusinasi yang dialami. Kondisi mimpi yang menyusup ke alam sadar
bermanifestasi sebagai halusinasi.
Menurut American
Sleep Disorder Association (780,56- 2; ICSD), Kriteria untuk
kelumpuhan tidur adalah:
1.
Keluhan dari ketidakmampuan untuk memindahkan batang atau anggota badan
saat onset tidur atau pada saat awakening,
2.
Adanya episode singkat parsial atau lengkap kelumpuhan otot rangka, dan
3.
Tidak terkait dengan lainnya medikal atau gangguan kejiwaan (misalnya,
histeria / hipokalemia paralysis).
1. Etiologi Sleep paralysis
Sleep
paralysis, banyak terjadi pada seseorang yang
memiliki tekanan atau yang mengalami stres. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa kejadian sleep paralysis banyak
terjadi pada seseorang yang mengalami gangguan mental. Simard dan Nielson
(2005) mengatakan bahwa kejadian sleep
paralysis dan kecemasan adalah gejala dari trauma yang penah dialami pada
masa lalu Hal ini didukung oleh jurnal yang ditulis oleh Murphy dalam Karya
Tulis Ilmiah Ruby Larasati (2012) menyebutkan bahwa seorang anak yang pernah
mengalami tindak kekerasan cenderung mengalami sleep paralysis. Gangguan tidur ini terjadi pada masa remaja pertengahan,
yaitu sekitar umur 14-17 tahun. Pada dewsa, presentase kejadian pada laki-laki
dan wanita seimbang.
Sleep
paralysis biasanya terjadi satu atau dua kali sat tidur. Peristiwa ini
dapat terjadi saat terjatuh dari tidur atau saat bangun. Hampir bisa dipastikan
sleep paralysis terjadi bila individu
tidur dalam posisi supine (Cheyne, 2002). Sleep
paralysis yang terjadi saat awal tidur disebut sleep paralysis hypnagogic atau predormital.
Sleep
paralysis yang terjadi saat seseorang bangun dari
tidurnya disebut sleep paralysis
hypnopompic atau postdormital. Pada jenis ini tubuh akan perlaha-lahan akan menjadi
rileks. Biasanya seseorang akan kurang sadar, sehingga tidak dapat merespon
terhadap perubahan. Akan tetapi apabila orang tersebut menjadi sadar misal saat
terjatuh, maka orang itu akan mampu untuk bergerak atau berbicara. Pada jenis hypnopompic, tubuh seseorang akan
mengalami tahap tidur antara REM (Rapid
Eye Movement) dan NREM (Non-Rapid Eye
movement). Satu siklus tidur REM dan NREM terjadi selama 90 menit. Tidur
NREM terjadi lebih dulu dan menghabiskan hingga 75% dari keseluruhan waktu
tidur. Selama tidur NREM, tubuh akan rileks dan menjadi pulih dengan
sendirinya. Pada akhir tidur tahap NREM, akan terjadi pergantian yaitu menjadi
tidur tahap REM.
Pada tahap REM mata akan bergerak secara
cepat. Pada tahap ini seseorang mengalami mimpi. Inilah yang terkadang menjadi
halusinasai munculnya sosok lain. Tapi, sebagian dari tubuh akan sangat rileks.
Otot-otot akan berhenti bekerja selama tidur tahap REM. Jika orang tersebut
menjadi sadar sebelum siklus tidur REM selesai, orang tersebut akan mendapati
dirinya yang tidak mampu bergerak dan berbicara.
Pada studi yang
dilakukan oleh Cheyne (2002) melihat
faktor situasional mempengaruhi kelumpuhan tidur. Ditemukan bahwa faktor-faktor berikut memiliki efek pada
tingkat kelumpuhan tidur:
a. Timing :
Tidur frekuensi kelumpuhan lebih tinggi pada awal dan tengah tidur, sebagai
lawan akhir tidur.
b. Posisi :
58% serangan kelumpuhan tidur dilaporkan terjadi dalam posisi terlentang
(berbaring di punggung), jauh lebih tinggi daripada posisi lain (rawan = 8%,
sisi = 17%). Penderita kelumpuhan tidur yang ditemukan menjadi tidak
lebih mungkin untuk jatuh tertidur dalam posisi terlentang dibandingkan
non-penderita kelumpuhan tidur (22% dari total sampel yang ditunjukkan jatuh
tertidur dalam posisi terlentang).
Sedangkan
menurut Culebras dalam Karya Tulis Ilmiah Ruby Larasati (2012), sleep paralysis dapat terjadi dikatakan
dengan beberapa hal, seperti :
a.
Kurang tidur
Misalnya
pada status siswa/mahasiswa yang belajar hingga larut malam. Jadwal tidur yang
berubah-ubah, misalnya jel-lag .
b.
Kondisi mental
Seperti
stres, seseorang yang mengalami shcizoprenia dengan gangguan berat pada sleep noctunormal .
c.
Sleeping
in the back
Tidur
dengan tangan terlentang dan dapat menyebabkan tingginya angka kejadian sleep paralysis. Beberapa jurnal
menyebutkan posisi tidur menjadi salah satu alasan sleep paralysis terjadi.
d.
Masalah tidur lainnya
Kejadian
tidur seperti narkolepsi dan kram pada kaki pada malam hari dapat mngganggu
tidur tahap REM dan berkontribusi terhadap timbulnya sleep paralysis. Penggunaan beberapa obat, obat-obatan yang
menyebabkan sleep paralysis adalah
obat-obatan yang dapat mengganggu pola tidur seseorang seperti deuretik.
e.
Penyalahgunaan zat
kimia
Seseorang
yang minum alkohol dapat mudah terserang sleep
paralysis (Culebras, 2011).
3. Patofisiologi Sleep paralysis
Cheyne
(2002) menyebutkan bahwa terdapat dua sistem otak yang bekontribusi dalam
terjadinya sleep paralysis. Sistem
otak yang paling mempengaruhi adalah struktur innerbrain (bagian dalam otak)
yang mengatur ancaman dan tanggapan terhadap bahaya, hal ini dapat memicu
seseorang dapat melihat sosok yang mengintai dalam kegelapan di dekatnya.
Area-area
syaraf lainnya yang berkontribusi terhadap penggambaran mimpi REM, tergambar
pada pengetahuan pribadi dan budaya seseorang terhadap kehadiran sosok jahat
yang muncul. Misalnya kepercayaan salah satu budaya di Indonesia yang menyebut sleep paralysis sebagai “ketiban sosok
gaib”. Selain itu, budaya lain menyebutkan bahwa sleep paralysis diakibatkan oleh kurangnya kegiatan spiritual
sebelum tidur seperti lupa berdoa dan shalat (Cheyne, 2002).
Sistem
otak yang kedua, meliputi bagian sensorik dan motorik dari lapisan luar otak,
yang membedakan tubuh seseorang dengan orang lain serta makhluk lainnya. Ketika
aktivitas REM memicu sistem ini, seseorang akan mengalami sensasi mengambang,
terbang, jatuh, dan jenis-jenis gerakan lainnya.
Sleep paralysis tarjadi
saat tahap tidur REM. Hal ini menyebabkan seseorang memiliki kesadaran penuh,
namun tidak dapat bergerak. Sleep
paralysis dapat berlangsung beberapa detik sampai menit. Pada saat tahap
REM, otak mengirimkan sinyal-sinyal untuk menghambat kontraksi otot. Fungsi
dari sinyal ini adalah untuk mencegah seseorang dari bergerak seperti apa yang
dilihat dalam mimpi. Pada saat masuk kedalam tidur tahap REM, seseorang
mengalami kelumpuhan alamiah yang disebut sebagai flaksid noresripokal. Flaksid
noresripokal terjadi karena terdapat hambatan pada postsynaptic dan neuron penggerak.
Setiap
tahap tidur merespon tubuh untuk melakukan keseimbangan. Salah satunya dengan
memproduksi hormon yaitu hormon melatonin. Tingkat sekresi melatonin oleh
kelenjar pineal mencapai titik terendah selama tahap REM. Neurotransmitter dan hormon melatonin akan mengaktifkan atau
menghambat aktivitas secound messenger,
mengaktifkan atau menghambat third
messenger, dan seterusnya sampai messengger
selanjutnya. Hal ini dapat menghambat synaptic
dan hiperpolarusasi dari motorneus. Seseorang dapat mengalami sleep paralysis saat ia tersadar
langsung dan terbangun pada tahap REM.
Sleep paralysis
juga dapat mengalami halusinasi auditori atau visual. Pada saat terjadi sleep paralysis, orang tersebut seperti
melihat atau menengar sosok yang menakutkan. Kegelisahan merupakan peristiwa
neurokognitif yang terkait erat dengan psikologis dan proses fisik. Kecemasan
atau kepanikan yang ekstrim dapat menyebabkan pelepasan beberapa molekul sinyal
yang berbeda yang memicu segala macam kejadian fisik. Seseorang mengalami sleep paralysis merasa takut atau panik
ekstrim, dan karena itu, otak menghasilkan dan melepaskan rangsangan visual
atau auditori eksternal sehingga menghasilkan halusinasi.
Halusinasi
selama sleep paralysis diakibatkan
karena sistem syaraf dan endokrin terus melepaskan inhbitor syaraf yang
menopang kelumpuhan (flaksid
nonrespirokal). Sistem ini terus melapaskan aktivator syaraf yang
merangsang seseorang untuk bermimpi. Saat sleep
paralysis tarjadi, seseorang akan terbangun secara tiba-tiba biasanya
disertai dengan perasaan tertekan pada daerah dada.
4.
Jenis-jenis
Sleep paralysis
American Sleep
Association (ASA) pada tahun 2005 mengembangkan
teori mengenai sleep paralysis. Dlam
mengembangkan teori ini, peneliti menggunakan Waterloo Unusual Sensory Experiences Survey.
ASA
(2007) mengklasifikasikan sleep paralysis
menjadi tiga, yaitu:
a.
Intruder
Jenis intruder
biasanya diikuti dengan perasaan takut dan cemas, adanya kehadiran roh halus,
halusinasi auditori dan halusinasi visual. Menurut Cheyne et al (1999), intruder dimulai denganaktifasi amygdala. Amigdala
adalah emosi dan pusat pengakuan ancaman otak. Selama
REM, keadaan tidur berdekatan dengan sebuah episode kelumpuhan tidur, amigdala
sangat aktif. Semburan aktivitas dari lulus
batang otak melalui thalamus, yang melewati aktivitas ke amigdala. Dalam kehidupan nyata, peran jalur yang menghubungkan kedua
struktur adalah untuk menganalisis rangsangan sehingga dalam kasus reaksi cepat
darurat situasi berbahaya atau mengancam dapat diambil tanpa memakan waktu
pengolahan oleh korteks sensorik yang relevan. Biasanya
selama respon takut, penginderaan langsung dari bahaya dengan cepat
dikonfirmasi atau dis-dikonfirmasi. Dalam
kelumpuhan tidur, tidur menjadi sadar tapi
amigdala tetap sangat aktif, seperti dalam tidur REM. Kehilangan isyarat eksternal yang biasanya akan
memungkinkan rasa takut untuk menjadi dibenarkan, upaya untuk menganalisis
sumber ketakutan akan gagal. Hal ini dapat
menyebabkan rasa ketakutan yang dapat berlangsung menit, daripada milidetik.
b.
Incubus
Menurut
Chyene (1999) jenis ini biasanya ditandai dengan keadaan sesak nafas, perasaan
ditekan didada, dan rasa nyeri fisik. Dala kondisi
ini mencerminkan
sifat respirasi selama tidur REM.
Sama seperti kita tidak memperhatikan detak jantung
kita, ketika itu pernapasan
kita selama tidur REM adalah refleks alami. Hal ini cepat dan dangkal
dan ada kekurangan oksigen (hipoksia), jumlah tinggi CO2 darah
(hiperkapnia) dan oklusi saluran udara. Karena
kelumpuhan yang secara alami terjadi selama tidur REM kontribusi otot
tenggorokan pernapasan berkurang. Sebagai
hasil dari semua ini, adalah mustahil bagi seseorang untuk secara sukarela
mengendalikan napas mereka selama REM. Biasanya
ini kentara ketika tidur, tetapi kelumpuhan penderita tidur menjadi
sadar menyadari sementara yang tersisa dalam keadaan REM-induced kelumpuhan. Upaya untuk mengambil
kontrol sukarela pernapasan tidak berhasil, dan perjuangan untuk napas mungkin
terwujud dalam perasaan sesak napas dan menyebabkan panik. Selain ini, kelumpuhan pada otot saluran udara bagian atas
kita dapat berkontribusi untuk perasaan tersedak dan sesak napas.
c.
Unusual
Bobily Experiences
Jenis
ini terjadi saat seseorang mengalami perasaan arwah tertarik keluar dari tubuh.
Gejala-gejala
ini berkaitan dengan aktivitas struktur otak sub-kortikal. Saat
kita terjaga, koordinasi gerakan tubuh dikendalikan oleh sejumlah daerah otak,
termasuk medial dan superior inti vestibular. Ini vestibular inti juga
berhubungan dengan kontrol siklus tidur / bangun. Daerah ini aktif selama tidur REM, dengan aktivitas mereka
sangat mirip dengan apa yang akan terjadi jika mereka gerakan tubuh
mengkoordinasikan. Mereka tetap aktif selama
serangan kelumpuhan tidur. Namun selama
kelumpuhan tidur tubuh tidak bisa bergerak, dan penderita menyadari hal ini.
Ini kesadaran ganda gerakan dan kelumpuhan
menyebabkan ketidakcocokan dalam otak, yang berjuang untuk menafsirkan
informasi yang saling bertentangan. Rasa
gerakan tubuh dapat menjadi hasil dari otak berusaha memperbaiki dan memenuhi
ketidaksesuaian antara aktivasi saraf dan pengalaman indrawi.
Ini juga dapat menjadi penyebab umum atau
faktor yang berkontribusi terhadap pengalaman keluar dari tubuh. Perasaan mengambang konsisten
dengan rasa akselerasi yang dapat diproduksi oleh inti vestibular. Dalam hal ini ketidaksesuaian antara aktivitas otak dan
pengalaman fisik diselesaikan dengan memisahkan 'diri fenomenal' dari 'diri
fisik', sehingga menciptakan pengalaman keluar dari tubuh.
5. Gejala Paralysis Tidur
Menurut
Putra (2011:147) gejala-gejala saat sleep
paralysis adalah sebagai berikut :
a.
Ketidakmampuan tubuh untuk menggerakkan anggota badan, baik saat tidur
maupun terbangun.
b.
Kelumpuhan otot tulang sebagian atau seluruhnya.
c.
Perasaan tercekik atau sulit bernapas.
d.
Berhalusinasi dengan mendengar suara-suara aneh, seperti langkah kaki
ataupun melihat bayangan berupa sesosok orang.
6.
Pencegahan Sleep
Paralysis
Menurut Putra (2011:149-150) ada beberapa hal yang
sangat membantu dalam pencegahan sleep
paralysis, yaitu :
a.
Cukup tidur,
b. Hindari stres,
c.
Berolahraga secara teratur, tetapi jangan dekat dengan waktu tidur,
d. Melakukan diet yang seimbang,
e.
Banyak minum cairan,
f.
Jangan biarkan perut lapar sebelum tidur,
g. Sebisa mungkin, hindari minum kopi terlalu sering
sebelum tidur,
h. Tidur yang cukup (6-8 jam setiap malam) dan teratur,
dan
i.
Usahakan posisi tidur berubah-ubah
7.
Penatalaksanaan Sleep
Paralysis
Menurut Perry & Potter (1997) penderita sleep paralysis diobati dengan obat yang tentunya sesuai indikasi
dari dokter, yaitu obat stimulan atau obat perangsang yang hanya dapat
meningkatkan sebagian kesiagaan dan mengurangi serangan tidur seperti, efedrin,
amfetamin, dekstroamfitamin, dan metilfenidat dan obat antidepresan seperti imipramin.
D.
Teori
pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan
adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,
yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2007:143).
Pengetahuan (knowlage) hasil
tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air,
apa manusia, apa alam, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010:1).
2.
Tingkatan
pengetahuan didalam domain kognitif
Menurut
Notoatmodjo (2007:144) Pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkat, yakni:
a.
Tahu (know)
Tahu
diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan
yang palin rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari
antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya.
b.
Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek-objek ang dipelajari.
c.
Aplikasi (Aplication)
Aplikasi
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus dan metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d.
Analisa (Analisis)
Arti
dari analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi dan masih
ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis
(Syintesis)
Sintesis
menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian kepada suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis itu adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan,
dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi
(Evaluation)
Evaluasi
ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu
criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang
kekurangan gizi.
3. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan
Menurut
Notoatmodjo (2007) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang,
yaitu:
a. Pendidikan
Pendidikan
adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian. Dan kemampuan di dalam dan
di luar sekolah berlangsung seumur hidup.
b. Mass
media atau informasi
Informasi
yang diperoleh baik dari pendidikan formal dapat memberikan pengaruh jangka
pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Salah satu tipe komunikasi
adalah komunikasi langsung, tatap muka antar satu orang dengan orang lain, baik
perorangan maupun kelompok. Di dalam pelayanan kesehatan atau health provider dengan clients, atau kelompok masyarakat dan
para anggota masyarakat. Komunikasi antar pribadi merupakan pelengkap
komunikasi massa. Artinya pesan-pesan kesehatan yang telah disampaikan lewat
media massa (televisi, radio, koran, dsb), dapat ditindaklanjuti dengan
melakukan komunikasi antar pribadi, misalnya: penyuluhan kelompok dan konseling
kesehatan (Notoatmodjo, 2007:76-77).
c.
Sosial budaya dan
ekonomi
Kebiasaan
dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakukan baik atau buruk. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga
status sosial ekonomi akan mempengaruhi pengetauan seseorang.
d.
Lingkungan
Lingkungan
adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik,
biologis, maupun sosial.
F. Kerangka Kerja
Penelitian
Kerangka
kerja dalam penelitian ini adalah kerangka gambaran antara konsep-konsep yang
akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,
2010). Penelitian yang dilakukan ini untuk mengetahui gambaran pengetahuan
gangguan kebutuhan istirahat dan tidur ( sleep
paralysis) pada mahasiswa Prodi D III Keperawatan Tanjung Karang Jurusan
Keperawatan.
G.
Variabel
Penelitian
Dalam penelitian
ini menggunakan variabel tunggal yaitu variabel yang berdiri sendiri tanpa ada
kaitan dengan variabel lain (Notoatmodjo, 2007). Adapun variabel dalam
penelitian ini adalah gambaran pengetahuan gangguan istirahat dan tidur (sleep paralysis) pada mahasiswa Prodi D
III Keperawatan Tanjung Karang Jurusan Keperawatan.
H.
Definisi
Operasional
Definisi
operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang
apan yang diukur oleh veriabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Definisi
operasional digunakan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian
variabel-variabel diamati atau diteliti. Definisi operasional juga bermanfaat
untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel
yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2010).
Tabel
2.1
No
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Cara Ukur
|
Alat Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Ukur
|
1
|
Gambaran
pengetahuan mahasiswa jurusan keperawatan tentang gangguan istirahat dan tidur (sleep
paralysis)
|
Kemampuan seorang
responden menjawab dengan benar serangkaian pertanyaan terkait dengan pengetahuan
gangguan istirahat dan tidur (sleep paralysis) yang mencakup aspek :
- Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan istirahat
dan tidur
- Jenis-jenis gangguan istirahat dan tidur
- Definisi sleep
paralysis
- Etiologi sleep
paralysis
- Patofisiologi sleep
paralysis
- Jenis-jenis sleep
paralysis
- Gejala sleep
paralysis
- Pencegahan sleep
paralysis
- Penatalaksanaan
sleep paralysis
|
Test
|
Instrumen
test
|
Baik,
Jika skor
76%-100%
Cukup,
(Jika skor 56%-75%)
Kurang,
Jika skor
<56%
|
Skala
Ordinal
|
0 Response to "GAMBARAN PENGETAHUAN GANGGUAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR ( SLEEP PARALYSIS) "
Posting Komentar