GAMBARAN PENGETAHUAN GANGGUAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR ( SLEEP PARALYSIS)


KONSEP ISTIRAHAT DAN TIDUR
A.      Konsep Tidur
            Maslow (1943) menyebutkan bahwa manusia akan memenuhi kebutuhan fisiologis seperti bernapas, makan, minum, hubungan seksual, homeostasis, ekskresi, dan tidur sebelum naik ketingkat selanjutnya. Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia karena ketika tidur tubuh akan mengalami relaksasi dan merupakan proses pemulihan tubuh. Tidur adalah  suatu keadaan tidak sadar yang dialami seseorang dan  dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup. Tidur ditandai dengan aktivitas fisik minimal, tingkatan kesadaran menurun, terdapat perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh, dan adanya penurunan respon terhadap rangsangan dari luar.
(http://ruang psikologi.com/hirarki-kebutuhan-manusia-dai-maslow/)
1.   Fisiologi Tidur
Tidur adalah sebuah siklus. Setiap mausia mengalami siklus meskipun tiap individu memiliki siklus tidur yang berbeda. Perry dan Potter (1997) menyatakan irama termasuk dalam irama sirkadian atau irama 24 jam. Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi fisiologis utama dan pola perilaku, seperti perubahan suhu, denyut jantung, fluktuasi tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik dan suasana hati.
Irama sirkadian dipengaruhi oleh cahaya, suhu, tingkat aktivitas, dan rutinitas. Setiap orang memiliki siklus tidur yang berbeda. Beberapa orang dapat tidur pada pukul jam delapan malam, beberapa orang lainnya dapat tertidur pada pukul dua pagi. Hal ini dipengaryhu oleh hal-hal yang disebutkan diatas (Perry & Potter, 1997). Rutinitas kuliah, beban pelajaran yang berat, memiliki permasalahan pribadi, dan kurangnya dan dukungan social/spiritual dapat mempengaruhi irama tidur seseorang. Jika siklus tidur-bangun seseorang berubah, maka dapat memperburuk kualitas tidur mereka (Perry & Potter, 1997).
2.       Pengaturan Tidur
  Pengaturan tidur oleh dua mekanisme cerebral yang menekan pusat otak, yaitu SAR (System Activiting Reticular) dan BSR (Bulbar Synchronizing Reticular). Mekanisme serebral SAR mengatur proses tertidur dan mekanisme BSR mengatur respon terbangun. SAR terletak di batang otak yang paling atas. SAR memiliki sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. SAR menerima stimulus sensori visual, pendengaran, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks serebral seperti emosi dan pikiran juga turut menstimulasi SAR. SAR memproduksi kotekolamin dan epinefrin (Kaplan and Saddok, 2002).
Menurut Putra (2010), tidur adalah suatu keadaan saat otak, pikiran dan tubuh diberi kesempatan untuk beristirahat. Tidur termasuk bagian dari periode kesadaran yang terjadi ketika tubuh diperbaiki, yang dicirikan oleh rendahnya kesadaran dan keadaan metabolisme tubuh yang minimal.
3.       Tahapan Tidur
Peryy & Potter (1997) membagi tidur memiliki dua tahap, yaitu :
a.       Tahap NREM (Non Rapid Eye Moment)
Saat seseorang memasuki tahap NREM, pergerakan mata menjadi semakin lambat. Tahap NREM memiliki empat tahap. Seluruh tahap NREM terjadi dalam 90 menit. Tidur dari tahap satu ke tahap ke-tahap empat akan menurun dan bertambah dalam. Tidur awal atau dengan tidur dangal merupakan kharakteristik dari tahap satu dan dua. Pada tahap ini, seseorang mudah terbangun. Pada tahap tiga dan empat melibatkan tidur lebih dalam dan menghasilkan gelombang yang rendah sehingga lebih sulit untuk dibangunkan.
b.       Tahap REM (Rapid Eye Movement)
Tahap REM adalah tahap tidur paling dalam. Mimpi dapat terjadi ditahap ini. Tahap ini juga disebutkan dengan tahap pergerakan mata cepat. Siklus ini adalah siklus akhir dan konsolidasi memori .
4.       Siklus Tidur
      Seseorang yang mencoba tertidur akan mengalami rasa kantuk yang terus meningkat secara bertahap. Setiap orang akan melewati dua siklus yaitu siklus REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non Rapid Eye Movement). Siklus NREM terdiri dari empat tahap yaitu NREM 1, NREM 2, NREM 3, dan NREM 4. Selanjutnya dilanjutkan dengan tahap REM. Selanjutnya dilanjutkan dengan tahap REM. Perubahan dari tahap ke tahap didukung pula dengan pergerakan tubuh dan perpindahan kesadaran .
Adapun tahapan siklus tidur adalah sebagai berikut:
a.       Tahap NREM 1
Tahap NREM 1 adalah tahap pertama saat seorang mulai untuk tertidur. Penurunan secara bertahap dari mulai tanda-tanda vital dan metabolisme. Ketika memasuki tahap ini, seseorang sangat mudah terbangun oleh stimulus sensori dan suara. Tahap ini berakhir setelah beberapa menit.


b.       Tahap NREM 2
Tahap NREM merupakan tahap kemajuan relaksasi. Kesadaran mulai menurun dan fungsi tubuh juga semakin menurun. Tahap ini berakhir pada menit ke 10 sampai 20.
c.       Tahap NREM 3
      Tahap awal baru untuk tidur yang lebih dalam. Orang yang sudah masuk dalam tahap ini akan sulit untuk terbangun dan jarang bergerak. Otot-otot berada dalam keadaan relaksasi penuh. TTV menurun secara teratur. Tahap ini berakir setelah 15 sampai dengan 30 menit.
d.       Tahap NREM 4
Tahap ini merupakan tahap paling dalam. Ketika seseorang masuk kedlam tahap ini akan sulit untuk dibangunkan. Tanda-tanda vital semakin menurun dan tahap ini terjadi selama 15-30 menit.
e.       Tidur REM
Mimpi dapat terjadi pada tahap REM. Tahap ini terjadi setelah 90 menit tertidur. Pada tahap ini ditandai dengan respon otonom dari pergerakan mata yang cepat, fluktuasi jantung, kecepatan respirsai serta fluktuasi tekanan darah, dan peningkatan sekresi lambung. Saat memasuki tahap ini seseorang sulit untuk dibangunkan. Lama siklus ini sekitar 20 menit.

B.      Gangguan Tidur
     Gangguan tidur dapat dikategorikan menjadi gangguan tidur primer dan gangguan tidur sekunder. Gangguan tidur primer yaitu jika seseorang mengalami gangguan tidur tanpa penyebab lain. Sedangkan, gangguan tidur sekunder yaitu gangguan tidur yang diakibatkan oleh gejala klinis seperti disfungsi, depresi, atau alkoholik.
1.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gangguan Tidur
      Gangguan, tidur dapat muncul akibat berbagai faktor seperti gaya hidup, lingkungan tidak nyaman, emosi yang tidak stabil, pola tidur yang mengantuk pada siang hari, latihan fisik dan kelelahan, serta asupan makan dan kalori.
Faktor-faktor gangguan tidur menurut Perry & Potter (1997) adalah:
a.       Gaya hidup
Rutinitas harian dapat mempengaruhi tidur seseorang. Seorang mahasiswa yang belajar selama dua minggu sebelum ujian sering kali mengalami perubahan jadwal tidur. Kesulitan mempertahankan kesadaran pada saat belajar diruang kuliah menyebabkan penurunan performa seseorang.
b.       Lingkungan yang tidak nyaman
Lingkungan adalah faktor yang oaling penting untuk seseorang dapat tertidur lelap. Lingkungan yang berisik, terlalu panas, atau terlalu dingin dapat mengurangi kenyamanan seseorang.
c.       Emosi yang tidak labil
Kecemasan dan perasaan stres dapat mengganggu pola tidur seseorang. Mahasiswa yang berada pada jurusan science, dihadapkan pada pola belajar yang berat dan beban mata kuliah yang cenderung sulit. Hal ini sangat mudah sekali untuk memicu perasaan stres dan cemas.
d.       Pola tidur mengantuk pada siang hari
       Pada mahasiswa yang berada pada jurusan science khususnya, beratnya mata kuliah yanh dihadapi, ditunjang dengan tugas yang padat, dapat menyebabkan gangguan pola tidur. Mahasiswa pada jurusan sience cenderung belajar pada malam hari. Hal ini dapat menyebabkan seseorang menjadi terlelap dan sulit konsentrasi di siang hari. Menurut penilitian yang dilakukan di Amerika oleh National Commision on sleep Disorder Research pada tahun 2003 dalam Kaplan and Saddok (2002), menyatakan bahwa banyak orang Amerika yang mengalami kesulitan tidur pada malam hari dan mengantuk pada siang hari dan mengantuk pada siang hari. Hal ini menyebabkan banyak permasalahan seperti kecelakaan saat mengemudi, saat konsentrasi, dan mengalami masalahn perilaku dan emosional.
e.    Latihan fisik dan kelelahan
Seseorang yang kelelahan dalam tahap sedang biasanya memiliki tidur yang baik. Namun seseorang yang terlalu lelah dan dipicu dengan stres yang tinggi, akan menyebabkan keletihan dan kesulitan untuk tertidur. Biasanya masalah tidur akibat latihan fisik dan kelelahan menjadi faktor utama timbulnya stres pada mahasiswa.
f.    Asupan makanan
Asupan makanan sangat mempengaruhi kualitas tidur. Kafein dan alkohol yang dikonsumsi dimalam hari dapat menganggu pola tidur seseorang. Kebanyakan orang memerlukan tidur sebanyak 7-8 jam. Akan tetapi, lama waktu tidur dipengaruhi oleh masing-masing individu. Yang terpenting bukanlah kuantitas, namun kualitas dari tidur itu sendiri.
  
2.       Jenis Gangguan Tidur
Gangguan tidur dapat mengganggu kualitas tidur seseorang (Perry & Potter, 2007). Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut jenis-jenis gangguan tidur yang biasa terjadi menurut Perry & Potter (2007):
a.       Insomnia
Insomnia adalah kesulitan untuk memenuhi kualitas dan kuantitas saat tidur. Insomnia ditandai dengan kesulitan seseorang untuk memulai tahap NREM 1.
b.       Hipersomnia
Hipersomnia adalah suatu kedaan ketika seseorang tidur secara berlebihan dari waktu yang normal. Kebalikan dari insomnia yaitu kelebihan tidur dari jam 9 di malam hari.
c.       Parasomnia
Parasomnia adalah jenis gangguan tidur yang terjadi pada anak-anak. Anak-anak yang mengalami gejala seperti berjalan saat tertidur, perasaan takut, dan anuresis. Sedangkan menurut Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) mengklasifikasikan gangguan tidur berdasarkan kriteria diagnosa klinik dan perkiraan etiologi. Tiga kategori utama gangguan tidur dalam DSM-IV adalah :
1)      Gangguan tidur yang berhubungan dengan mental
2)      Gangguan tidur karena kondisi umum medis atau yang disebabkan oleh zat,
3)      Gangguan tidur primer
      Gangguan tidur primer adalah dissomnia dan parasomnia. Parasomnia adalah suatu gangguan mimpi menkutkan, gangguan teror tidur, gangguan tidur berjalan, dan parasomnia yang tidak ditentukan. Dissomnia adalah suatu kelompok gangguan tidur yang heterogen yang termasuk insomnia primer, hipersomnia primer, gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, dissomnia yang tidak ditentukan, dan narkolepsi.
a)       Gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan (Sleep apnea)
Apnea adalah suatu keadaan saat seseorang mengalami keadan henti napas saat tidur. Tidur apnea termasuk kedalam masalah tidur yang paling serius dan banyak dijumpai setelah insomnia.
b)      Narkolepsi
Narkolepsi adalah disfungsi mekanisme yang mengatur keadaan bangun dan tidur. Menurut Kaplan an Sadock (2002:206,207) narkolepsi terdiri dari mengantuk disiang hari yang berlebihan dan manifestasi tidur REM yang abnormal yang terjadi setiap hari selama sekurangnya tiga bulan.  Sedangkan menurut Siregar (202:84) narkolepsi terjadi secara mendadak yang dialami pada siang hari tidak dapat dihindari, biasanya hanya berlangsung selama 10-20 menit atau selalu kurang dari satu jam. Setelah itu penyakit akan segar kembali danterulang kembali 2-3 jam berikutnya. Narkolepsi dapat terjadi pada setiap usia, tetapi paling sering terjadi pada awal masa remaja atau dewasa muda, pada sebagian besar situasi sebelum usia 30 tahun. Untuk mengenali penderita narkolepsi, terdapat 4 gejala klasik, yaitu :  rasa kantuk yang belebihan, katapleksi, hipnagogic, sleep paralysis. 

C.      Sleep Paralysis
Sleep paralysis adalah fenomenal keadaan batas antara terjaga dan bermimpi. Konsisten dengan fenomenologi ini, studi polysomnographic melaporkan REM dicampur dan komponen EEG bangun selama episode SP (Takeuchi et al., 1992). The American Sleep Association Disorder (1990) mendefinisikan sleep paralysis sebagai ketidakmampuan untuk melakukan sukarela gerakan baik saat onset tidur (hypnagogic) atau pada saat kebangkitan baik pada malam hari atau di pagi hari (Hypnopompic). Seringkali kelumpuhan tidur disertai dengan berbagai jenis halusinasi dan ini sering di adanya rasa takut yang intens. Fenomena ini, bagaimanapun, tidak selalu harus bersifat menakutkan (Cheyne, Newby-Clarke, & Rueffer, 1999). Mereka dapat berlangsung dari beberapa menit sampai 20 menit. Sleep paralysis akan menghilang secara spontan atau dengan stimulus eksternal. Biasanya dengan sentuhan atau dibangunkan oleh orang lain.
Sedangkan menurut Siregar (2011 :84,85) menjelaskan bahwa sleep paralysis adalah keadaan ketika akan tidur atau bangun tidur merasa sesak napas seperti dicekik, dada sesak, badan sulit bergerak, dan sulit berteriak. Keadaan ini juga disebut sebagai tidur lumpuh (karena tubuh tidak bisa bergerak dan serasa lumpuh). Hampir setiap orang pernah mengalaminya. Setidaknya sekali atau dua kali dalam hidupnya.
Sleep paralisis bisa terjadi pada siapa saja, lelaki atau perempuan. Dan usia rata-rata orang pertama kali mengalami gangguan tidur sleep paralysis ini adalah 14-17 tahun. Hal ini juga bisa dikaitkan dengan halusinasi yang dialami. Kondisi mimpi yang menyusup ke alam sadar bermanifestasi sebagai halusinasi.
Menurut American Sleep Disorder Association (780,56- 2; ICSD), Kriteria untuk kelumpuhan tidur adalah:
1.       Keluhan dari ketidakmampuan untuk memindahkan batang atau anggota badan saat onset tidur atau pada saat awakening,
2.       Adanya episode singkat parsial atau lengkap kelumpuhan otot rangka, dan
3.       Tidak terkait dengan lainnya medikal atau gangguan kejiwaan (misalnya, histeria / hipokalemia paralysis).
1.       Etiologi Sleep paralysis
Sleep paralysis, banyak terjadi pada seseorang yang memiliki tekanan atau yang mengalami stres. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kejadian sleep paralysis banyak terjadi pada seseorang yang mengalami gangguan mental. Simard dan Nielson (2005) mengatakan bahwa kejadian sleep paralysis dan kecemasan adalah gejala dari trauma yang penah dialami pada masa lalu Hal ini didukung oleh jurnal yang ditulis oleh Murphy dalam Karya Tulis Ilmiah Ruby Larasati (2012) menyebutkan bahwa seorang anak yang pernah mengalami tindak kekerasan cenderung mengalami sleep paralysis. Gangguan tidur ini terjadi pada masa remaja pertengahan, yaitu sekitar umur 14-17 tahun. Pada dewsa, presentase kejadian pada laki-laki dan wanita seimbang.
Sleep paralysis biasanya terjadi satu atau dua kali sat tidur. Peristiwa ini dapat terjadi saat terjatuh dari tidur atau saat bangun. Hampir bisa dipastikan sleep paralysis terjadi bila individu tidur dalam posisi supine (Cheyne, 2002). Sleep paralysis yang terjadi saat awal tidur disebut sleep paralysis hypnagogic atau predormital.
Sleep paralysis yang terjadi saat seseorang bangun dari tidurnya disebut sleep paralysis hypnopompic atau postdormital. Pada jenis ini tubuh akan perlaha-lahan akan menjadi rileks. Biasanya seseorang akan kurang sadar, sehingga tidak dapat merespon terhadap perubahan. Akan tetapi apabila orang tersebut menjadi sadar misal saat terjatuh, maka orang itu akan mampu untuk bergerak atau berbicara. Pada jenis hypnopompic, tubuh seseorang akan mengalami tahap tidur antara REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non-Rapid Eye movement). Satu siklus tidur REM dan NREM terjadi selama 90 menit. Tidur NREM terjadi lebih dulu dan menghabiskan hingga 75% dari keseluruhan waktu tidur. Selama tidur NREM, tubuh akan rileks dan menjadi pulih dengan sendirinya. Pada akhir tidur tahap NREM, akan terjadi pergantian yaitu menjadi tidur tahap REM.
Pada tahap REM mata akan bergerak secara cepat. Pada tahap ini seseorang mengalami mimpi. Inilah yang terkadang menjadi halusinasai munculnya sosok lain. Tapi, sebagian dari tubuh akan sangat rileks. Otot-otot akan berhenti bekerja selama tidur tahap REM. Jika orang tersebut menjadi sadar sebelum siklus tidur REM selesai, orang tersebut akan mendapati dirinya yang tidak mampu bergerak dan berbicara.
Pada studi yang dilakukan oleh Cheyne (2002) melihat faktor situasional mempengaruhi kelumpuhan tidur. Ditemukan bahwa faktor-faktor berikut memiliki efek pada tingkat kelumpuhan tidur:
a.       Timing            : Tidur frekuensi kelumpuhan lebih tinggi pada awal dan tengah tidur, sebagai lawan akhir tidur.
b.       Posisi              : 58% serangan kelumpuhan tidur dilaporkan terjadi dalam posisi terlentang (berbaring di punggung), jauh lebih tinggi daripada posisi lain (rawan = 8%, sisi = 17%). Penderita kelumpuhan tidur yang ditemukan menjadi tidak lebih mungkin untuk jatuh tertidur dalam posisi terlentang dibandingkan non-penderita kelumpuhan tidur (22% dari total sampel yang ditunjukkan jatuh tertidur dalam posisi terlentang).
Sedangkan menurut Culebras dalam Karya Tulis Ilmiah Ruby Larasati (2012), sleep paralysis dapat terjadi dikatakan dengan beberapa hal, seperti :
a.       Kurang tidur
Misalnya pada status siswa/mahasiswa yang belajar hingga larut malam. Jadwal tidur yang berubah-ubah, misalnya jel-lag .
b.       Kondisi mental
Seperti stres, seseorang yang mengalami shcizoprenia dengan gangguan berat pada sleep noctunormal .
c.       Sleeping in the back
Tidur dengan tangan terlentang dan dapat menyebabkan tingginya angka kejadian sleep paralysis. Beberapa jurnal menyebutkan posisi tidur menjadi salah satu alasan sleep paralysis terjadi.
d.       Masalah tidur lainnya
Kejadian tidur seperti narkolepsi dan kram pada kaki pada malam hari dapat mngganggu tidur tahap REM dan berkontribusi terhadap timbulnya sleep paralysis. Penggunaan beberapa obat, obat-obatan yang menyebabkan sleep paralysis adalah obat-obatan yang dapat mengganggu pola tidur seseorang seperti deuretik.
e.       Penyalahgunaan zat kimia
Seseorang yang minum alkohol dapat mudah terserang sleep paralysis (Culebras, 2011).
3.       Patofisiologi Sleep paralysis
Cheyne (2002) menyebutkan bahwa terdapat dua sistem otak yang bekontribusi dalam terjadinya sleep paralysis. Sistem otak yang paling mempengaruhi adalah struktur innerbrain (bagian dalam otak) yang mengatur ancaman dan tanggapan terhadap bahaya, hal ini dapat memicu seseorang dapat melihat sosok yang mengintai dalam kegelapan di dekatnya.
Area-area syaraf lainnya yang berkontribusi terhadap penggambaran mimpi REM, tergambar pada pengetahuan pribadi dan budaya seseorang terhadap kehadiran sosok jahat yang muncul. Misalnya kepercayaan salah satu budaya di Indonesia yang menyebut sleep paralysis sebagai “ketiban sosok gaib”. Selain itu, budaya lain menyebutkan bahwa sleep paralysis diakibatkan oleh kurangnya kegiatan spiritual sebelum tidur seperti lupa berdoa dan shalat (Cheyne, 2002).
Sistem otak yang kedua, meliputi bagian sensorik dan motorik dari lapisan luar otak, yang membedakan tubuh seseorang dengan orang lain serta makhluk lainnya. Ketika aktivitas REM memicu sistem ini, seseorang akan mengalami sensasi mengambang, terbang, jatuh, dan jenis-jenis gerakan lainnya.
Sleep paralysis tarjadi saat tahap tidur REM. Hal ini menyebabkan seseorang memiliki kesadaran penuh, namun tidak dapat bergerak. Sleep paralysis dapat berlangsung beberapa detik sampai menit. Pada saat tahap REM, otak mengirimkan sinyal-sinyal untuk menghambat kontraksi otot. Fungsi dari sinyal ini adalah untuk mencegah seseorang dari bergerak seperti apa yang dilihat dalam mimpi. Pada saat masuk kedalam tidur tahap REM, seseorang mengalami kelumpuhan alamiah yang disebut sebagai flaksid noresripokal. Flaksid noresripokal terjadi karena terdapat hambatan pada postsynaptic dan neuron penggerak.
Setiap tahap tidur merespon tubuh untuk melakukan keseimbangan. Salah satunya dengan memproduksi hormon yaitu hormon melatonin. Tingkat sekresi melatonin oleh kelenjar pineal mencapai titik terendah selama tahap REM. Neurotransmitter dan hormon melatonin akan mengaktifkan atau menghambat aktivitas secound messenger, mengaktifkan atau menghambat third messenger, dan seterusnya sampai messengger selanjutnya. Hal ini dapat menghambat synaptic dan hiperpolarusasi dari motorneus. Seseorang dapat mengalami sleep paralysis saat ia tersadar langsung dan terbangun pada tahap REM.
Sleep paralysis juga dapat mengalami halusinasi auditori atau visual. Pada saat terjadi sleep paralysis, orang tersebut seperti melihat atau menengar sosok yang menakutkan. Kegelisahan merupakan peristiwa neurokognitif yang terkait erat dengan psikologis dan proses fisik. Kecemasan atau kepanikan yang ekstrim dapat menyebabkan pelepasan beberapa molekul sinyal yang berbeda yang memicu segala macam kejadian fisik. Seseorang mengalami sleep paralysis merasa takut atau panik ekstrim, dan karena itu, otak menghasilkan dan melepaskan rangsangan visual atau auditori eksternal sehingga menghasilkan halusinasi.
Halusinasi selama sleep paralysis diakibatkan karena sistem syaraf dan endokrin terus melepaskan inhbitor syaraf yang menopang kelumpuhan (flaksid nonrespirokal). Sistem ini terus melapaskan aktivator syaraf yang merangsang seseorang untuk bermimpi. Saat sleep paralysis tarjadi, seseorang akan terbangun secara tiba-tiba biasanya disertai dengan perasaan tertekan pada daerah dada.
4.       Jenis-jenis Sleep paralysis
American Sleep Association (ASA) pada tahun 2005 mengembangkan teori mengenai sleep paralysis. Dlam mengembangkan teori ini, peneliti menggunakan Waterloo Unusual Sensory Experiences Survey.
ASA (2007) mengklasifikasikan sleep paralysis menjadi tiga, yaitu:
a.       Intruder
     Jenis intruder biasanya diikuti dengan perasaan takut dan cemas, adanya kehadiran roh halus, halusinasi auditori dan halusinasi visual. Menurut Cheyne et al (1999), intruder dimulai denganaktifasi amygdala. Amigdala adalah emosi dan pusat pengakuan ancaman otak. Selama REM, keadaan tidur berdekatan dengan sebuah episode kelumpuhan tidur, amigdala sangat aktif. Semburan aktivitas dari lulus batang otak melalui thalamus, yang melewati aktivitas ke amigdala. Dalam kehidupan nyata, peran jalur yang menghubungkan kedua struktur adalah untuk menganalisis rangsangan sehingga dalam kasus reaksi cepat darurat situasi berbahaya atau mengancam dapat diambil tanpa memakan waktu pengolahan oleh korteks sensorik yang relevan. Biasanya selama respon takut, penginderaan langsung dari bahaya dengan cepat dikonfirmasi atau dis-dikonfirmasi. Dalam kelumpuhan tidur, tidur menjadi sadar tapi amigdala tetap sangat aktif, seperti dalam tidur REM. Kehilangan isyarat eksternal yang biasanya akan memungkinkan rasa takut untuk menjadi dibenarkan, upaya untuk menganalisis sumber ketakutan akan gagal. Hal ini dapat menyebabkan rasa ketakutan yang dapat berlangsung menit, daripada milidetik.
b.       Incubus
Menurut Chyene (1999) jenis ini biasanya ditandai dengan keadaan sesak nafas, perasaan ditekan didada, dan rasa nyeri fisik. Dala kondisi ini mencerminkan sifat respirasi selama tidur REM. Sama seperti kita tidak memperhatikan detak jantung kita, ketika itu pernapasan kita selama tidur REM adalah refleks alami. Hal ini cepat dan dangkal dan ada kekurangan oksigen (hipoksia), jumlah tinggi CO2 darah (hiperkapnia) dan oklusi saluran udara. Karena kelumpuhan yang secara alami terjadi selama tidur REM kontribusi otot tenggorokan pernapasan berkurang. Sebagai hasil dari semua ini, adalah mustahil bagi seseorang untuk secara sukarela mengendalikan napas mereka selama REM. Biasanya ini kentara ketika tidur, tetapi kelumpuhan penderita tidur menjadi sadar menyadari sementara yang tersisa dalam keadaan REM-induced kelumpuhan. Upaya untuk mengambil kontrol sukarela pernapasan tidak berhasil, dan perjuangan untuk napas mungkin terwujud dalam perasaan sesak napas dan menyebabkan panik. Selain ini, kelumpuhan pada otot saluran udara bagian atas kita dapat berkontribusi untuk perasaan tersedak dan sesak napas.
c.       Unusual Bobily Experiences
Jenis ini terjadi saat seseorang mengalami perasaan arwah tertarik keluar dari tubuh. Gejala-gejala ini berkaitan dengan aktivitas struktur otak sub-kortikal. Saat kita terjaga, koordinasi gerakan tubuh dikendalikan oleh sejumlah daerah otak, termasuk medial dan superior inti vestibular. Ini vestibular inti juga berhubungan dengan kontrol siklus tidur / bangun. Daerah ini aktif selama tidur REM, dengan aktivitas mereka sangat mirip dengan apa yang akan terjadi jika mereka gerakan tubuh mengkoordinasikan. Mereka tetap aktif selama serangan kelumpuhan tidur. Namun selama kelumpuhan tidur tubuh tidak bisa bergerak, dan penderita menyadari hal ini. Ini kesadaran ganda gerakan dan kelumpuhan menyebabkan ketidakcocokan dalam otak, yang berjuang untuk menafsirkan informasi yang saling bertentangan. Rasa gerakan tubuh dapat menjadi hasil dari otak berusaha memperbaiki dan memenuhi ketidaksesuaian antara aktivasi saraf dan pengalaman indrawi.
Ini juga dapat menjadi penyebab umum atau faktor yang berkontribusi terhadap pengalaman keluar dari tubuh. Perasaan mengambang konsisten dengan rasa akselerasi yang dapat diproduksi oleh inti vestibular. Dalam hal ini ketidaksesuaian antara aktivitas otak dan pengalaman fisik diselesaikan dengan memisahkan 'diri fenomenal' dari 'diri fisik', sehingga menciptakan pengalaman keluar dari tubuh.
5.       Gejala Paralysis Tidur
Menurut Putra (2011:147) gejala-gejala saat sleep paralysis adalah sebagai berikut :
a.        Ketidakmampuan tubuh untuk menggerakkan anggota badan, baik saat tidur maupun terbangun.
b.       Kelumpuhan otot tulang sebagian atau seluruhnya.
c.        Perasaan tercekik atau sulit bernapas.
d.       Berhalusinasi dengan mendengar suara-suara aneh, seperti langkah kaki ataupun melihat bayangan berupa sesosok orang.



6.       Pencegahan Sleep Paralysis
Menurut Putra (2011:149-150) ada beberapa hal yang sangat membantu dalam pencegahan sleep paralysis, yaitu :
a.        Cukup tidur,
b.       Hindari stres,
c.        Berolahraga secara teratur, tetapi jangan dekat dengan waktu tidur,
d.       Melakukan diet yang seimbang,
e.        Banyak minum cairan,
f.        Jangan biarkan perut lapar sebelum tidur,
g.       Sebisa mungkin, hindari minum kopi terlalu sering sebelum tidur,
h.       Tidur yang cukup (6-8 jam setiap malam) dan teratur, dan
i.         Usahakan posisi tidur berubah-ubah

7.       Penatalaksanaan Sleep Paralysis
Menurut Perry & Potter (1997) penderita sleep paralysis diobati dengan obat yang tentunya sesuai indikasi dari dokter, yaitu obat stimulan atau obat perangsang yang hanya dapat meningkatkan sebagian kesiagaan dan mengurangi serangan tidur seperti, efedrin, amfetamin, dekstroamfitamin, dan metilfenidat dan obat antidepresan seperti imipramin.

D.      Teori pengetahuan
1.   Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007:143).
 Pengetahuan (knowlage) hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010:1).
2.       Tingkatan pengetahuan didalam domain kognitif
Menurut Notoatmodjo (2007:144) Pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:
a.    Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang palin rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b.   Memahami (Comprehension)
   Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek-objek ang dipelajari.
c.    Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus dan metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d.      Analisa (Analisis)
Arti dari analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e.      Sintesis (Syintesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian kepada suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f.       Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi.
3.   Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:
a.    Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian. Dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup.
b.   Mass media atau informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Salah satu tipe komunikasi adalah komunikasi langsung, tatap muka antar satu orang dengan orang lain, baik perorangan maupun kelompok. Di dalam pelayanan kesehatan atau health provider dengan clients, atau kelompok masyarakat dan para anggota masyarakat. Komunikasi antar pribadi merupakan pelengkap komunikasi massa. Artinya pesan-pesan kesehatan yang telah disampaikan lewat media massa (televisi, radio, koran, dsb), dapat ditindaklanjuti dengan melakukan komunikasi antar pribadi, misalnya: penyuluhan kelompok dan konseling kesehatan (Notoatmodjo, 2007:76-77).
c.   Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi akan mempengaruhi pengetauan seseorang.
d.   Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.


F.   Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja dalam penelitian ini adalah kerangka gambaran antara konsep-konsep yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Penelitian yang dilakukan ini untuk mengetahui gambaran pengetahuan gangguan kebutuhan istirahat dan tidur ( sleep paralysis) pada mahasiswa Prodi  D III Keperawatan Tanjung Karang Jurusan Keperawatan.

                                                                              
G.     Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan variabel tunggal yaitu variabel yang berdiri sendiri tanpa ada kaitan dengan variabel lain (Notoatmodjo, 2007). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah gambaran pengetahuan gangguan istirahat dan tidur (sleep paralysis) pada mahasiswa Prodi D III Keperawatan Tanjung Karang Jurusan Keperawatan.

H.      Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apan yang diukur oleh veriabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional digunakan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti. Definisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2010).
Tabel 2.1
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1
Gambaran pengetahuan mahasiswa jurusan keperawatan tentang gangguan istirahat dan tidur (sleep paralysis)
Kemampuan seorang responden menjawab dengan benar serangkaian pertanyaan terkait dengan pengetahuan gangguan istirahat dan tidur (sleep paralysis) yang mencakup aspek :
-  Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan istirahat dan tidur
-  Jenis-jenis gangguan istirahat dan tidur
-  Definisi sleep paralysis
-  Etiologi sleep paralysis
-  Patofisiologi sleep paralysis
-  Jenis-jenis sleep paralysis
-  Gejala sleep paralysis
-  Pencegahan sleep paralysis
-  Penatalaksanaan sleep paralysis
Test
Instrumen test
Baik,
Jika skor 76%-100%

Cukup, (Jika skor 56%-75%)

Kurang,
Jika skor <56%
Skala
Ordinal


Related Posts:

0 Response to "GAMBARAN PENGETAHUAN GANGGUAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR ( SLEEP PARALYSIS) "

Posting Komentar